Rabu, 13 April 2016

Rian Saadillah

Belajar untuk tidak menyimpukan dan men-generalisir

Belajar untuk tidak menyimpukan dan men-generalisir
Kita sering kali menyimpulkan suatu perkara dengan sudut pandang diri kita sendiri, tanpa kita sadari bahwa kesimpulan yang kita ambil adalah suatu yang keliru. Kenapa keliru karena kita hanya berpatokan dari apa yang kita lihat dan biasanya dari kata orang, heiii jangan hidup dari perkataan orang, kata orang dia itu begini, kata orang dia begitu, kata orang di ini dan itu, itu KATA ORANG. Kata orang yang mana? siapa? ketika di tanyakan balik mereka tidak bisa menjawab, kata orang biasanya mereka mengeneralisir sesuatu hal tanpa dasar yang kuat itu yang keliru.

Terkadang kita sering kali menilai seseorang dari tampak luarnya, misalnya orang bertato identik dengan preman, bad boy, orang yang hidupnya tidak terarah. Saya pernah berbicara kepada seorang teman kemudian lewat seorang pemuda dengan badan penuh tato, jalan sendiri dengan meenenteng sebuah minuman keras ditangannya. Setelah berlalu kemudian teman saya mengatakan bahwa "hmmmm,, gak heran, lihat aja badannya penuh dengan tato, bawa minuman lagi, dia pasti anak yang gak benar suka mabuk-mabukan, kerjaanya tiap hari kayak gitu, mau jadi apa dia?". 

Kemudian saya tanya "kamu tau dari mana?"

"Emang kamu gak bisa lihat tadi?"

Saya diam, dan berfikir ya mungkin teman saya benar, tetapi itu hanya sebatas pandangannya saja dari apa yang dia lihat. Tetapi apakah dengan melihat orang bertato dan membawa botol minuman kemudian kita menjudge bahwa orang itu adalah orang yang tidak benar? tiap hari kerjanya mabuk-mabukan? Tentu menurut, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa pemuda yang lewat tadi kerjanya tiap hari adalah mabuk-mabukan. Karena jika kita ingin menilai seseorang dan ingin tahu kerjaannya tiap hari apa, maka anda harus mengikuti semua kegiatannya, dari dia bangun tidur sampai dia tidur lagi, dan mungkin tidak bisa sehari dua hari mungkin berbulan-bulan barulah kita bisa menilai.

Belajar untuk tidak menyimpukan dan men-generalisir
Kita juga sering membuat suatu kesimpulan yang mengeneralisir suatu suku dan kelompok. Jika seseorang dari suku atau kelompok tertentu membuat suatu kekeliruan yang fatal, kemudian kita sering mengambil kesimpulan bahwa semua yang ada di kelompok tersebut seperti itu, atau suku itu kayak gitu. Saya kemudian teringat sebuah pepatah "satu makan nangka, semua dapat getahnya" tetapi apakah kemudian ini akan terus kita terapkan didalam kita mengambil sebuah keputusan bahkan kesimpulan? tentu tidak. Misalnya kita sedang jalan-jalan ke pasar dan seorang teman membeli buah dan kebetulan buah yang di beli ada salah satu yang busuk, kemudian seorang teman tersebut bilang semua buah yang ada di pasar ini busuk. Dia sudah mengeneralisir bahwa semua buah yang ada dipasar itu busuk, apakah kemudian kita akan percaya begitu saja? Kemudian kamu akan membeli buah di pasar itu, dan temanmu bilang "jangan!!! semua buah dipasar ini busuk semua". 

Padahal di pasar banyak sekali orang yang berjualan buah, kita bisa memilih buah yang kita inginkan, kemudian gara-gara itu kita tidak jadi membeli buah? jika itu terjadi berarti anda sudah ikut mengeneralisir seuatu yang sama sekali kalian belum mencoba melihat dan mencari sesuatu. Otak kalian sudah di cuci, kalian tidak punya pilihan dan bahkan kalian tidak bisa memilih sesuatu yang kalian inginkan. 

Padahal kita punya hak memilih apa yang ingin kita lakukan, apa yang kita ingin capai, dengan siapa kita ingin menjalin hubungan, kita punya hak dengan siapa kita ingin hidup tetapi terkadang kita sering kali di intervensi oleh orang-orang di sekitar kita bahkan orang yang paling dekat dengan kita. 

Ketika kita jalan-jalan di mall kemudian kita melihat baju warna putih, kita suka bahkan kita ingin memilikinya, ingin membelinya kemudian teman kita bilang, jangan beli baju itu, karena baju itu warnanya putih nanti cepat kotor, kamu juga tidak cocok pakai baju itu warna kulitmu gak masuk, kalo kamu pake baju itu juga nanti kamu capek nyucinya. WAW!!! itu sama saja temanmu tidak menghargai pilihanmu, yang pakai baju itu siapa? jika kamu beli baju itu siapa yang bayar? jika baju itu kamu gunakan tiap hari terus kotor siapa yang akan mencuci? kemudian kalo kamu beli baju itu siapa yang akan make? KAMU!!! 

Ya, tetapi kita tidak menutupi bahwa kita sangat terbuka dengan masukan dan nasihat tetapi jika nadanya sudah "menggiring" kita punya hak mempertahankan apa yang menjadi pilihan kita. Begitu juga ketika akan menentukan sebuah pilihan, terkadang ada orang yang mencibir, menghina dan memaki. Tetapi kita tidak punya urusan dengan mulut orang, kita tidak punya urusan dengan orang yang menghina, kita juga tidak punya urusan dengan orang yang memaki. Apakah dengan hinaan kita akan menjadi orang yang hina? Tidak teman. Apakah rasulullah dulu di hina? ya, apakah karena rasulullah di hina kemudian rasulullah menjadi hina? tidak. Bahkan beliau menjadi mulia dan punya derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. 

Kita tidak perlu mendengarkan kata orang, menyimpulkan banyak hal yang tidak punya dasar yang kuat, kita tidak boleh mengeneralisir suatu hal yang sebenarnya kita tidak tahu apa-apa dan hanya sebatas mata memandang. Kita jangan menilai seseorang dari apa yang dia gunakan, dari apa yang orang katakan. Jika kalian ingin tau seseorang, maka ajak dia bicara, bergaul, kenal dia lebih dalam maka kemudian kita akan tau teman kita atau orang itu seperti apa. Tetapi itu pun hanya beberapa persen saja tidak semua tetapi minimal kita tau sedikit kekurangan dan kelebihannya. 

Hidup itu pada prinsipnya adalah balance atau 0 atau nilainya sama. Jika kita baik terhadap orang maka orang juga akan baik terhadap kita dan begitu juga sebaliknya. Sekian dan terima kasih semoga tulisan yang tidak seberapa ini bisa ada manfaatnya bagi teman-teman semua. 

Penulis


Rian Saadillah Sukamdi

Rian Saadillah

About Rian Saadillah -

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :